Judule Prustasi Golek Dalel Ora Ketemu-temu
===============
Hukum ijtihadi akan terbentuk dengan sempurna setelah melewati proses tawazun (pertimbangan dengan segala kemungkinan) dan tarajuh (memilih opsi yang paling unggul berdasarkan dalil). Untuk melakukan proses ijtihadi seorang harus mampu menghadirkan banyak sekali modal yang berupa malakah (kemampuan dasar) dan penguasaan di berbagai bidang ilmu. Ilmu tersebut bukan hanya sekedar faham ataupun hafal di dalam setiap bidangnya, tetapi yang menjadi prioritas adalah sebuah penguasaanya.
Tafsir+ulumut tafsir, hadits+ulumul hadits, mukhtalaf+mujma' fiqh, ulumul lughah, dan berbagai persyaratan lain yang telah dibahas tuntas di dalam fan ushul fiqh.
Kemudian jika modal yang sangat besar diatas telah terpenuhi pada diri seorang, maka dia baru mendapatkan izin untuk melakukan ijtihad. Implementasi dari ijtihad itu sendiri harus dikaitkan dengan keadaan dan zaman dimana persoalan akan dibahas secara tuntas sesuai maslahah yang ada, sebagaiman qaidah
تغير الأحكام بتغير الأزمان والأمكان
Karena wadhifah ijtihad ini adalah tugas yang sangat berat yang bukan sembarangan orang dapat mencapai derajadnya, maka sering kali banyak terjadi produk hukum yang secara dhohir tidak ditemukan dalil yang mengarah pada hukum tersebut, tetapi jumhurul mujtahidin satu suara dalam mengusung hukum itu. Atau bahkan juga terdapat hukum yang secara dhahir bertentangan dengan tekstual dalil yang ada.
Hal inilah yang terjadi dalam hal
وضع اليد على الخاصرة حال الصلاة
"Meletakan tangan diatas pinggang ketika shalat"
Jumhurul ulama' sepakat untuk mengatakan perbuatan tersebut dimakruhkan. Sedangkan pendapat yang mengatakan perbuatan tersebut diharamkan, adalah hasil ijtihad madzhab dhohiry.
Dengan dalil :
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ، ﻗﺎﻝ: ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ، ﻗﺎﻝ: ﻧﻬﻰ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ اﻟﺮﺟﻞ ﻣﺨﺘﺼﺮا. رواه البخاري
Atau dalil-dalil yang telah diutarakan oleh para fuqaha' dan muhadditsin.
Secara dhohir, tektual hadits ini jelas- jelas menunjukan atas keharaman الخصر. Setelah dicek ternyata jumhur ulama' mengarahkan larangan tersebut ke ranah makruh saja, tetapi didalam karya-karya mereka tidak disebutkan alasan yang mengarahkan dalil amr yang lil wujub menjadi lil karahah. Padahal untuk keluar dari keasalan yang berupa :
الأصل فى الأمر للوجوب
Menjadi :
الأمر للكراهة
Haruslah dengan perkara yang bisa menggeser ke arah kemakruhan. Walaupun Imam Nawawi di dalam Majmu' telah memberikan alasan yang berupa ijma'.
Lebih anehnya lagi yang berpendapat demikian adalah madzhab empat,Ibnu Umar, Ibnu Abas, 'Aisyah, Ibrahim an Nakho'i, Mujahid dan Abu Mijlaz. Sedangkan yang berpendapat haram hanyalah madzhab dhohiry saja yang didukung oleh beberapa ulama' kontemporer seperti Imam Syaukani, al Mubarokfury dan Abdul Adzim Abadi.
Qultu : Derajad ijtihad adalah kedudukan yang amat sakral sehingga jika telah dikatakan A, maka bagi pengikut madzhab walaupun dia seorang ulama', bahkan seorang Imam Ghazali pun tidak boleh kontra dengan pendapat pemilik madzhab. Karena :
أقوال المجتهدين بالنسبة للمقلد تكون بمنزلة نصوص الشريعة وأدلتها بالنسبة للمجتهد
"Pendapat-pendapat para mujtahid bagi seorang muqalid bagaikan nas syari'ah dan dalil-dalilnya bagi seorang mujtahid"
#indahnya_perkhilafan
👇👇
🌿 عمدة القاري ٢٩٧/٧
اﻟﻨﻮﻉ اﻟﺴﺎﺑﻊ ﻓﻲ ﺣﻜﻢ اﻟﺨﺼﺮ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ اﺧﺘﻠﻔﻮا ﻓﻴﻪ ﻓﻜﺮﻫﻪ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻭاﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻭﻋﺎﺋﺸﺔ ﻭﺇﺑﺮاﻫﻴﻢ اﻟﻨﺨﻌﻲ ﻭﻣﺠﺎﻫﺪ ﻭﺃﺑﻮ ﻣﺠﻠﺰ ﻭﺁﺧﺮﻭﻥ ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻝ ﺃﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﻭاﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻭاﻷﻭﺯاﻋﻲ ﻭﺫﻫﺐ ﺃﻫﻞ اﻟﻈﺎﻫﺮ ﺇﻟﻰ ﺗﺤﺮﻳﻢ اﻻﺧﺘﺼﺎﺭ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ ﻋﻤﻼ ﺑﻈﺎﻫﺮ اﻟﺤﺪﻳﺚ
🌿 شرح القسطلاني ٣٦٢/٢
(ﻋﻦ اﻟﺨﺼﺮ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ) ﻷﻥ ﺇﺑﻠﻴﺲ ﺃﻫﺒﻂ ﻣﺨﺘﺼﺮا. ﺭﻭاﻩ اﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ، ﺃﻭ: ﺃﻥ اﻟﻴﻬﻮﺩ ﺗﻜﺜﺮ ﻣﻦ ﻓﻌﻠﻪ ﻓﻨﻬﻰ ﻋﻨﻪ ﻛﺮاﻫﺔ اﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﻬﻢ، ﺃﺧﺮﺟﻪ اﻟﻤﺆﻟﻒ ﻓﻲ ﺑﻨﻲ ﺇﺳﺮاﺋﻴﻞ ﺃﻭ: ﻷﻧﻪ ﺭاﺣﺔ ﺃﻫﻞ اﻟﻨﺎﺭ، ﺭﻭاﻩ اﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ.
ﻭاﻟﻨﻬﻲ ﻣﺤﻤﻮﻝ ﻋﻠﻰ اﻟﻜﺮاﻫﺔ ﻋﻨﺪ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ، ﻭاﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻭﻋﺎﺋﺸﺔ. ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻭﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ، ﻭﻣﺎﻟﻚ.
ﻭﺫﻫﺐ ﺇﻟﻰ اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﺃﻫﻞ اﻟﻈﺎﻫﺮ.
🌿 نور الإيضاح بهامش مراقى الفلاح حنفي ١٢٧
ﻳﻜﺮﻩ ﻟﻠﻤﺼﻠﻲ ﺳﺒﻌﺔ ﻭﺳﺒﻌﻮﻥ ﺷﻴﺌﺎ: ﺗﺮﻙ ﻭاﺟﺐ ﺃﻭ ﺳﻨﺔ ﻋﻤﺪا ﻛﻌﺒﺜﻪ ﺑﺜﻮﺑﻪ ﻭﺑﺪﻧﻪ ﻭﻗﻠﺐ اﻟﺤﺼﺎ ﺇﻻ ﻟﻠﺴﺠﻮﺩ ﻣﺮﺓ ﻭﻓﺮﻗﻌﺔ اﻷﺻﺎﺑﻊ ﻭﺗﺸﺒﻴﻜﻬﺎ ﻭاﻟﺘﺨﺼﺮ ﻭاﻻﻟﻔﺘﺎﺕ ﺑﻌﻨﻘﻪ
🌿 الشرح الكبير للشيخ أحمد الدردير المالكي ٢٥١/١
(ﻭ) ﻛﺮﻩ (ﺗﺨﺼﺮ) ﺑﺄﻥ ﻳﻀﻊ ﻳﺪﻳﻪ ﻓﻲ ﺧﺼﺮﻩ ﻓﻲ اﻟﻘﻴﺎﻡ (ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﻛﺮﻩ ﺗﺨﺼﺮ) ﺃﻱ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ (ﻗﻮﻟﻪ: ﻓﻲ ﺧﺼﺮﻩ) ﻫﻮ ﻣﻮﺿﻊ اﻟﺤﺰاﻡ ﻣﻦ ﺟﻨﺒﻪ (ﻗﻮﻟﻪ: ﻓﻲ اﻟﻘﻴﺎﻡ) ﺃﻱ ﻓﻲ ﺣﺎﻝ ﻗﻴﺎﻣﻪ ﻟﻠﺼﻼﺓ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻛﺮﻩ ﺫﻟﻚ ﻷﻥ ﻫﺬﻩ اﻟﻬﻴﺌﺔ ﺗﻨﺎﻓﻲ ﻫﻴﺌﺔ اﻟﺼﻼﺓ
🌿 المغنى المحتاج ٤٢٣/١
(ﻭ) ﻳﻜﺮﻩ (ﻭﺿﻊ ﻳﺪﻩ) ﺃﻱ اﻟﻤﺼﻠﻲ ﺫﻛﺮا ﻛﺎﻥ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻩ (ﻋﻠﻰ ﺧﺎﺻﺮﺗﻪ) ﻟﻐﻴﺮ ﺿﺮﻭﺭﺓ ﺃﻭ ﺣﺎﺟﺔ ﻟﻠﻨﻬﻲ ﻋﻨﻪ ﺭﻭاﻩ اﻟﺸﻴﺨﺎﻥ، ﻭﻓﻲ ﺭﻭاﻳﺔ اﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ «اﻻﺧﺘﺼﺎﺭ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ ﺭاﺣﺔ ﺃﻫﻞ اﻟﻨﺎﺭ
🌿 الروض المربع للبهوتي الحنبلي ٩١/١
(ﻭ) ﻳﻜﺮﻩ (ﺗﺨﺼﺮﻩ) ﺃﻱ ﻭﺿﻊ ﻳﺪﻳﻪ ﻋﻠﻰ ﺧﺎﺻﺮﺗﻪ «ﻟﻨﻬﻴﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ اﻟﺮﺟﻞ ﻣﺨﺘﺼﺮا» ، ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ (ﻭ) ﻳﻜﺮﻩ
🌿 المجموع ٩٨/٤
ﻭﻛﺮاﻫﺔ ﻭﺿﻊ اﻟﻴﺪ ﻋﻠﻰ ﺧﺎﺻﺮﺗﻪ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺳﻮاء ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺼﻠﻲ ﺭﺟﻼ ﺃﻭ اﻣﺮﺃﺓ
🌿 الفقه على المذاهب الأربعة ٢٤٨/١
ﻭﺿﻊ اﻟﻤﺼﻠﻲ ﻳﺪﻩ ﻋﻠﻰ ﺧﺎﺻﺮﺗﻪ ﻭاﻟﺘﻔﺎﺗﻪ
ﻳﻜﺮﻩ ﺃﻥ ﻳﻀﻊ اﻟﻤﺼﻠﻲ ﻳﺪﻩ ﻋﻠﻰ ﺧﺎﺻﺮﺗﻪ، ﻭﻛﺬا ﻳﻜﺮﻩ ﺃﻥ ﻳﻠﺘﻔﺖ ﻳﻤﻴﻨﺎ ﺃﻭ ﻳﺴﺎﺭا ﻟﻐﻴﺮ ﺣﺎﺟﺔ، ﻛﺤﻔﻆ ﻣﺘﺎﻋﻪ، ﻭﻓﻴﻪ ﺗﻔﺼﻴﻞ ﻓﻲ اﻟﻤﺬاﻫﺐ
🌿 الفقه الإسلامي ٩٦٢/٢
ﻭاﻟﺘﺨﺼﺮ ﻣﻜﺮﻭﻩ ﺗﺤﺮﻳﻤﺎ ﻋﻨﺪ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻳﻜﺮﻩ ﺗﻨﺰﻳﻬﺎ اﻟﺘﺨﺼﺮ ﺧﺎﺭﺝ اﻟﺼﻼﺓ، ﻭﻻ ﻳﻜﺮﻩ اﻟﺘﺸﺒﻴﻚ ﻭاﻟﻔﺮﻗﻌﺔ ﺧﺎﺭﺝ اﻟﺼﻼﺓ.
KAJIAN MAKNA "KULL" (كل) DALAM HADITS TENTANG BID'AH كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ “Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka”. Dengan membandingkan hadist tersebut serta QS Al Kahfi: 79 yg sama2 dihukumkan ke kullu majmu' akan kita dapati sebagai berikut: Bid’ah itu kata benda, tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan, حدف الصفة على الموصوف “Membuang sifat dari benda yg bersifat”. Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka terjadi dua kemungkinan: a. Kemungkinan pertama : كُلُّ بِدْعَةٍ (حَسَنَةٍ) ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ “Semua bid’ah (yg baik) sesat, dan semua yg sesat masuk neraka”. Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yg sama, hal itu tentu
Komentar
Posting Komentar